Kamis, 24 Mei 2012

ADMINISTRASI PEMBANGUNAN



          Administrasi pembangunan berkembang karena adanya kebutuhan di negara – negara yang sedang membangun untuk mengembangkan lembaga –lembaga dan pranata – pranata social, politik, dan ekonominya, agar pembangunan dapat berhasil. Oleh karena itu, pada dasarnya administrasi pembangunan adalah bidang studi yang mempelajari system administrasi negara di negara yang sedang membangun serta upaya untuk meningkatkan kemampuannya. Dari sudut praktik, administrasi pembangunan merangkum dua kegiatan besar dalam satu pengertian, yakni administrasi dan pembangunan.

       Oleh karena itu, untuk memahami administrasi pembangunan perlu dipelajari hakikat administrasi, yaitu administrasi negara atau administrasi publik, dan hakikat pembangunan. Dengan demikian kajian mengenai konsep administrasi pembangunan harus dimulai dengan teori – teori dalam ilmu administrasi, yaitu mengenai administrasi negara dan berbagai konsep pembangunan. Untuk itu, yang pertama kaan dilakukan dalam buku ini adalah mengupas berbagai konsep pembangunan, yang mencerminkan pergeseran paradigma pembangunan menuju ke arah makin terpusatnya pembangunan pada aspek – aspek manusia dan nilai – nilai kemanusiaan. Perkembangan paradigma dalam pemikiran – pemikiran mengenai pembangunan itu, ternyata selain menunjukkan konvergensi dengan pemikiran yang berkembang dalam ilmu administrasi, juga makin mengarah pada manusia dan nilai – nilai kemanusiaan serta konsep – konsep pemerataan dan keadilan social.

        Administrasi pembangunan dengan demikian memiliki nilai – nilai yang dikandung dalam administrasi dan pembangunan dengan paradigma yang sejalan, di mana peranan etika menjadi makin tampil sebagai aspek yang penting dalam kebijaksanaan – kebijaksanaan pembangunan yang menjadi ruang lingkup tanggung jawab administrasi pembangunan. 

               Dalam telaah administrasi pembangunan dibedakan adanya dua pengertian, yaitu administrasi bagi pembangunan dan pembangunan administrasi itu sendiri. Untuk membahas administrasi bagi pembangunan, dalam konteks ini digunakan pendekatan manajemen. Karena itu, pada dasarnya dapat dikatakan bahwa masalah administrasi bagi pembangunan adalah masalah manajemen pembangunan. Sedangkan   untuk menerangkan pembangunan administrasi akan digunakan pendekatan organisasi. 

           Manajemen pembangunan adalah manajemenpublik dengan cirri – cirri yang khas, seperti juga administrasi publik (negara) dengan kekhasan tertentu. Studi mengenai manajemen telah banyak mengalami perkembangan, namun teori pokoknya tidak berubah. Sekurang – kurangnya ada tiga kegiatan besar yang dilakukan oleh amanjemen, yakni perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Kendati demikian, pengkajian mengenai fungsi – fungsi manajemen dapat dikembangkan secara bervariasi sesuai kebutuhan. Untuk analisis manajemen pembangunan dikenal beberapa fungsi yang cukup nyata (distinct), yakni : perencanaan, pengerahan (mobilisasi) sumber daya, pengerahan pembangunan yang ditangani langsung oleh pemerintah, koordinasi, pemantauan dan evaluasi danpengawasan. Pendekatan terhadap fungsi – fungsi tersebut dilengkapi dengan peran informasi yang amat penting sebagai instrumen atau perangkat bagi manajemen. Pendekatan terhadap kajian pembangunan atau pembaharuan administrasi dapat dilakukan dari sisi administrasi sebagai organisasi pemerintahan. 

          Fokus dari system administrasi negara sebagai unit analisis cenderung terkonsentrasi kepada birokrasi, baik sebagai institusi nasional maupun dalam hubungan dengan lingkungannya. Birokrasi yang dimaksud disini adalah tingkatan nasional dari administrasi, yang memperlihatkan cirri – cirri umum (overall) yang mempengaruhi pelayanan publik serta pengelolaan pembangunan social ekonomi di negara berkembang. Studi awal mengenai analisis administrasi dalam perkembangannya, kira – kira counterpart teori Rostow di bidang ekonomi, diberikan oleh Riggs (1964). Ia menggambarkan taraf – taraf perkembangan administrasi mulai dari tingkat terbelakang sampai yang paling maju, dengan teori yang dikenal sebagai the theory of prismatic society.

                                             

     Heady (1995) menunjukkan ada lima cirr administrasi yang indikasinya ditemukan secara umum di banyak negara berkembang. Pertama, pola dasar (basic pattern) administrasi publik bersifat jiplakan (imitative) daripada asli (indigenous). Kedua, birokrasi di negara berkembang kekurangan (deficient) sumber daya manusia terampil yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pembangunan. Ketiga, birokrasi lebih berorientasi pada hal – hal lain daripada mengarah pada yang benar – benar menghasilkan (production directed). Keempat, ada kesenjangan yang lebar antara apa yang dinyatakan atau yang hendak ditampilkan dengan kenyataan (discrepancy between form and realitiy). Kelima, birokrasi di negara berkembang acap kali bersifat otonom, artinya lepas dari proses politik dan pengawasan masyarakat. Terhadap analisis Heady ini dapat ditambahkan dua karakteristik lagi hasil dari pengamatan Wallis (1989). Pertama, di banyak negara berkembang birokrasi sangat lamban dan makin bertambah birokratik. Kedua, unsure – unsure non birokratik sangat berpengaruh terhadap birokrasi. Misalnya hubungan keluarga, hubungan – hubungan primordial lain seperti suku dan agama, dan keterkaitan politik (political connections) mempengaruhi birokrasi. Keadaan yang demikian itulah yang ingin diperbaiki melalui pembangunan administrasi. Banyak konsep dikembangkan dalam pembangunan atau pembaharuan administrasi. Untuk kasus negara berkembang, kedua istilah tersebut sering kali dapat digunakan untuk maksud yang sama. Di antara pengkajian yang termasuk paling awal dan banyak menjadi rujukan para pakar administrasi pembangunan selanjutnya adalah konsep dari Riggs. Menurut Riggs (1966), pembaharuan administrasi merupakan suatu pola yang menunjukkan peningkatan efektivitas pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Wallis (1989) mengartikan pembaharuan administrasi sebagai induced, permanent improvement in administration. Esman (1995) dalam sebuah analisis yang lebih mutakhir mengenai keadaan administrasi di negara berkembang menunjukkan, bahwa upaya memperbaiki kinerja birokrasi negara haruslah meliputi ketanggapan (responsiveness) terhadap pengawasan politik, efisiensi dalam penggunaan sumber daya, dan efektivitas dalam pemberian pelayanan.

             Dalam hal ini Rodinelli (1993) mengusulkan suatu pendekatanyang disebut adaptive administration. Ia menekankan pentingnya fleksibilitas dan inovasi dalam administrasi pembangunan, sebab kebijaksanaan – kebijaksanaan pembangunan sangat kompleks dan penuh ketidakpastian. Sementara itu, menjelang dasawarsa 90-an, system komunisme yang menerapkan dominasi negara secara sangat ekstrim, runtuh. Pengalaman empiris negara – negara industri baru juga menunjukkan bahwa strategi melepaskan dominasi negara atas ekonomi dan mengiktui prinsip – prinsip apsar dengan ekspor sebagai pacuan telah membuahkan hasil seperti tercermin dalam tingkat pertumbuhan dan taraf kesejahteraan yang meningkatdengan pesat.

                      Oleh karena itu, berkembang arus deetatisme yang dikenal dengan sebutan – sebutan deregulasi dan debirokratisasi. Dalam kerangka pembaharuan administrasi sebagai lanjutan dari pembangunan administrasi, yang pertama perlu menjadi perhatian adalah perubahan sikap birokrasi yang cukup mendasar sifatnya. Di dalamnya terkandung berbagai unsure. Pertama, birokrasi harusdapat membangun partisipasi rakyat. Kedua, birokrasi hendaknya tidak cenderung berorientasi kepada yang kuat, tetapi harus lebih kepada yang lemah dan yang kurang berdaya. Ketiga, peran birokrasi harus bergeser dari mengendalikan menjadi mengarahkan, dan dari memberi menjadi memberdayakan. Keempat, mengembangkan keterbukaan dan kebertanggungjawaban. 

                 Pembaharuan memerlukan semangat yang tidak mudah patah. Semangat dan tekad diperlukan untuk mengatasi inersia birokrasi dan tantangan yang datang dari kalangan mereka yang akan dirugikan karena perubahan. Oleh karena itu, pembaharuan harus dilakukan secara sistematis dan terarah, didukung oleh political will yang kuat, konsisten, dan konsekuen. Tidak selalu harus segera menghasilkan perubahan besr, tetapi dapat secara bertahap, namun konsisten. Sistem pemerintahan atau administrasi negara di Indonesia mengikuti aturan dasar negara, yaitu UUD 1945. Dalam pembukaan UUD 1945 termaktub falsafah kehidupan bangsa Indonesia, yakni Pancasila, serta pokok – pokok pikiran mengenai negara kesatuan RI. Indonesia adalah negara kesatun, tidak ada negara di dalam negara Indonesia.

              Daerah Indonesia dibagi dalam daerah – daerahotonom, yakni daerah propinsi, dan propinsi terdiri dari kabupaten / kotamadya dan dibawahnya pemerintah desa. Kesemua itu diatur dalam Undang – undang (UU). Berdasarkan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok – pokok Pemerintahan di Daerah, pemerintahan daerah didasarkan pada tiga asas yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan atau medebewind. Administrasi negara juga menjadi administrasi pembangunan. Pembangunan dilaksanakan oleh pemerintah berdasarkan amanat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dituangkan dalam Garis – garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan ketetapan – ketetapanlainnya. Pelaksanaannya dirinci lebih lanjut oleh Presiden dan dituangkan dalam Repelita. Pembiayaan pelaksanaan rencana – rencana pembangunan itu setiap tahun dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam bentu UU dan karenanya memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat(DPR). Pada akhir masa jabatannya, Presiden mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada MPR, yang akan menilai isi pertanggungjawaban itu. 

       Selama PJP I, pembangunan administrasi negara ditempatkan sebagai abgian integral dari keseluruhan strategi pembangunan nasional dan telah banyak kemajuan yang dicapai. Namun demikian, administrasi di Indonesia seperti halnya di negara lain menghadapi banyak masalah. Memasuki PJP II, masalah – masalah tersebut dikenali dan ditampilkan dalam Repelita VI sebagai kendala – kendala yang harus diatasi. Dengan berlandaskan hasil – hasil yang telah dicapai dalam PJP I, pembangunan administrasi negara dilanjutkan pada Repelita VI. Sasarannya sesuai amanat GBHN 1993 yaitu tertatanya manajemen aparatur negara untuk meningkatkan kualitas, kemampuan dan kesejahteraan manusianya. 

                   Terwujudnya administrasi negara yang handal. Professional, efisien dan efektif,s erta tanggap terhadap aspirasi rakyat dan dinamika perubahan adalah bagian dari sasaran pembangunan administrasi negara. Uraian lebih lanjut tentang berbagai konsep pembangunan, pokok – pokok bahasan dan aspek – aspek lain di bidang administrasi pembangunan